1. |
|
|||
Entah sampai kapan stigma ini melekat
Pada barisan yang dianggap bermartabat?
Manusia pilihan yang dengan mudah melenggang
Dalam sucinya sebuah penghitaman
Valhalla isapan jempol belaka
Mereka terbuai di dalamnya
Tak ada yang menduga, kematian menunggu di luar sana
Dengan iming-iming berupa pelumas rantai penghidupan
Hai! Selamat datang!
Selamat datang pada dunia yang tak kau perhitungkan
Yang tak kautemui dalam dingin perpustakaan
Ini semacam elegi dari penggalan parnasian yang selalu saja dikultuskan
Di bawah matahari, memandang beragam warna diafan
|
||||
2. |
Manusia X Tuhan
01:24
|
|||
Dengan sebuah orientasi dan juga persepsi
Kebenaran diri jadi hal yang pasti
Di atas segala rupa asumsi
Seperti statuta kebenaran hakiki
Ini adalah semacam semiotika
Bahwa manusia mulai berusaha menyaingi tuhannya
Manusia berusaha tonjolkan dirinya seakan ingin menguasa semesta
Segala ragam pendapat menjadi dogma baru
Bagi siapa saja yang ingin menjerat manusia lain
Seperti halnya pacet yang diam-diam memblokade arteri dan vena
Kebenaran adalah sesuatu yang dibenarkan seolah mahatahu, pola pikirnya kian membatu
|
||||
3. |
Bunga Terakhir Peradaban
01:15
|
|
||
Akan tiba masa manusia menyesal
Ketika pencapaiannya berubah sia-sia
Puncak tertinggi piramida menjadi fana
Seketika dalam kecepatan cahaya
Semakin tuanya repertoar kosmos dihegemoni oleh kikisan dosa
Purifikasi adalah mercunya mitos ketika shur mengempas marcapada
Bahwa ada kekuatan lain yang mengendali
Sebelum satu dogma baru menisbikannya
|
||||
4. |
Vox Acta Diurna, Vox Dei
01:18
|
|||
Masihkah kita percaya
opini yang penuhi udara
untuk pengaruhi kehendak massa?
Menyeruak di telinga, mainkan emosi jiwa.
Begitu mudahkah retorika jadi nama tengah kita?
Persepsi saling baku hantam
menggiring yang tak mau belajar.
Kita mudah diprovokasi.
Kita tak akan pernah beranjak dari orde purba
pemasungan logika
bila tak mau mencerna gelegar suara dominan
yang mengklaim kebenaran.
Kita hidup dan menghidupi wilayah abu-abu,
sedangkan benar dan salah entah milik siapa.
|
||||
5. |
Silenus (27:2)
01:04
|
|||
Mungkin mereka hilang setelah datang malam,
kemudian pudar dari ingar bingar zaman,
jalani usia muda dengan cara yang berbeda,
mencoba untuk temukan artinya.
Karena cita, menjadi ada.
Rela meninggalkan sebuah altar mimpi.
Karena cita, menjadi tiada.
Beruntunglah, mati muda jadi berarti.
|
Streaming and Download help
If you like Hantu Utopia, you may also like:
Bandcamp Daily your guide to the world of Bandcamp