1. |
Catatan dari Sudut Kota
01:16
|
|
||
Diriku yang lain pada genangan lumpur di kanal barat menuju utara
Dan timur menyuram, bekal peta dan temaram dalam genggamku
Memori kupas lapis hati dengan sembilu
Tanah merah telah menyerah, tanah merah ditelan usia
Tanah merah telah menyerah, tanah merah ditelan usia
Matahari mendekat, menyengat, sudah lama tak ramah
Hujan cuka, masam, dan garam jadi genangan
Orang rendahan bilas luka kehidupan dengan miras murahan
Makan nasi berrkuah keringat berlauk makian
Tentang kota yang megah berdaya cuma cerita
|
||||
2. |
||||
Penuhi kepala dengan secangkir kopi, asap rokok bercumbu teori
Teori balas dendam peringatkan pagi agar tetap terjaga mencuri matahari
Hitam kopi 'tuk dunia yang pahit
Merancang waktu membakar langit
Hitam kopi 'tuk dunia yang pahit
Merancang waktu membakar langit
Kupas mata, buka telinga, peringatkan pagi tetap terjaga
Mencuri matahari, untuk esok pagi yang dinanti
|
||||
3. |
Ode untuk Pemuda
01:07
|
|||
Bagai kendarai pemotong daging, mabuk ngebut ugal-ugalan
Melaju cepat 100 km/jam, 27 tahun menuju maut
Telan pahit antidepresan demi mimpi ampangmu tiap hari
Engkau pemuda di ujung barata
Saat hatimu labil berlalu
Berjalan di kerikil tajam hidupmu melaju
Jangan kausimpan mimpimu, jangan kaubohongi inginmu
|
||||
4. |
Tragedi
01:41
|
|||
Tragedi sudah jadi sirkus keliling
Konvoinya sudah di gerbang kota
Dikawali arakan perindu tragedi yang haus air mata
Sorak-sorai berpilin derai
Tirai panggung telah dibuka, warna biru beralur syahdu
Ini naluri mati?
Bahwa manusia memang perlu asupan tragedi
Untuk yakinkan dirinya belum mati
Karena yang hidup saja yang punya rasa, punya air mata
Pesakitan!
Berdamai, makan bersama dengan malaikat penyelamat dan pencabut nyawa
Kecewa!
Penonton pulang tanpa tepuk tangan, malah bersungutan
Gelisah!
Pedih, perih, asing, asin, getar-getir dari
Air mata!
Tragedi!
|
||||
5. |
|
|||
Ini seperti perpisahan
Aku sendiri dan kau pada jalanmu
Entah mata siapa namakan ini pengkhianatan
Kala bahaya di seberang jalan dan kau ujung aspal
Pedang bermata dua, teracung aku dan kau
|
||||
6. |
Gitar Ini Membunuh Fasis
01:29
|
|
||
Orang bilang tuhan Negro dengan gitar terbalik
Lemmy mahaperkasa dalam gelap bersabda:
"Kita semua sama dalam barisan nada.
Kita semua sama dalam gitar menggema."
|
||||
7. |
Lagu Buat Nona
01:31
|
|||
Lorong labirin remang, gebyar musik murahan
Dinding lembab sekap erangan, kepedihan
Nyanyian dan tawa sekaligus tubuhmu kausajikan
Lenguh dan peluh
Rembesan prosa dari bibir yang kulum mimpi
Lelap dongeng nina bobok, selip peluru terakhir robohkan diri
Setelah aku menyerah dalam sergapan kelaminmu
Rentang gelap masih panjang, mentari masih di bumbungan
Habiskan uang, penuhi riang
Ini malam panjang, di sini, sekarang, oh... sayang...
Kitalah dua manusia kesepian yang dipertemukan dalam suram
Muram
Kelam
Malam
Nona, pada uang dirimu berserah,
Pemilik hatimu itu entah
|
||||
8. |
Weekend for the Weak Ant
00:57
|
|
||
Lima-enam hari bertekuk lutut jadi faktor produksi
Pemuda metropolitan cuma eksis di akhir pekan
Melarut bersama teman sampai sirine terakhir menyapu trotoar dan jalan protokol dipenuhi pelari pagi
Tolong, tolong jangan ingatkan aku,
tentang esok atau lusa
Tolong, tolong jangan ingatkan aku,
Kuingin nikmati jadi manusia
|
||||
9. |
|
|||
Di manakah kita temukan objektivitas nalar, sedangkan kita terjepit dalam barisan tirani massa?
Kaupatok seluruh jalan kotaku dengan panopticon dan aku merasa asing pada tanah di mana aku dilahirkan
Ekspektasi enam lubang dan satu peluru yang menembus kepalamu
Turunlah kemari di lahanmu yang subur, lebur bersama ketamakan kami
Untuk terhukum yang telah terjual dan terbeli
Kepala-kepala kami adalah komoditas dari pasar bebas
|
||||
10. |
||||
Mereka yang di sana berbaris dan berteriak
Takut dongeng, torehan pena
Robek... Bakar...
Robek... Bakar...
Mereka bakar buku, tolak celah berbeda
Seragamkan ide pada Bibel baru
|
Streaming and Download help
If you like Provokata, you may also like:
Bandcamp Daily your guide to the world of Bandcamp